Perjalanan kita dalam kehidupan ini seringkali mirip dengan pemandangan alam saat fajar menyingsing. Beberapa di antara kita mungkin merasa terjebak dalam kegelapan dan dinginnya malam, menanti terbitnya matahari yang membawa kehangatan dan cahaya. Namun, seperti yang tertulis dalam Mazmur 30:6, "Pada waktu petang orang menangis dengan pedih hati, tetapi di pagi hari ada sorak-sorai."
Fajar yang kita tunggu-tunggu itu adalah wujud nyata dari kasih dan belas kasih Tuhan yang tak pernah berhenti. Ia mengingatkan kita bahwa setiap tantangan dan rintangan hidup ini hanya sementara. Setelah kegelapan malam, pasti ada fajar yang membawa harapan dan kebahagiaan baru.
Kepercayaan ini bukanlah sekadar kata-kata indah. Ini adalah ajaran yang sudah tertanam dalam Gereja Katolik sejak awal. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Bahkan dalam waktu-waktu tergelap sekalipun, Dia selalu ada bersama kita.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan dalam menanti fajar itu? Kita diajak untuk bersyukur. Syukur yang tulus dan dalam. Syukur atas setiap napas yang kita hembuskan, atas rasa lapar yang bisa kita rasakan, atas kesulitan yang kita alami. Karena dalam setiap hal tersebut, ada kasih Tuhan yang sedang bekerja.
Pagi ini, marilah kita berdoa, "Ya Bapa di Surga, terima kasih atas anugerah kehidupan yang Engkau berikan. Bimbinglah kami untuk selalu mengenali tanda-tanda kasih-Mu dalam hidup ini. Berilah kami kekuatan untuk menghadapi hari ini dengan penuh harapan dan syukur. Amin."
Setelah berdoa, mulailah hari ini dengan semangat baru. Ingatlah bahwa Tuhan selalu ada bersama kita, memberikan kekuatan dan harapan dalam setiap langkah kita. Jangan pernah menyerah dalam menghadapi tantangan, sebab setelah kegelapan malam, pasti ada fajar yang membawa harapan dan kebahagiaan baru.
Dipublikasikan pada: 17 September 2025
Tulisan "Renungan Pagi 17 September 2025" oleh Ekatolik.com berlisensi di bawah CC BY 4.0 . Harap menyertakan atribusi apabila mengutip tulisan dan/atau mengambil gambar dari situs ini.
